BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Afrika
Timur adalah salah satu wilayah di Afrika yang pada awalnya hanya diperebutkan
oleh Inggris dan Jerman. Persaingan yang cukup sengit antara Inggris dan Jerman
telah diawali adanya kerjasama antara Inggris dengan Sultan Bargash dari
Zanzibar yahun 1876. Inggris mampu menguasai beberapa daerah dan juga
mendapatkan daerah seluas 400 mil di Zanzibar Utara. Sedangkan Jerman memulai
usahanya dengan ekspedisi pada tahun 1884. Ekspedisi itu ternyata juga telah
berhasil membuat kerjasama dengan penguasa-penguasa di Uganda, Nguru, Usugara
dan Ukami, hingga ke selatan Mozambique sampai Umba seluas 600 mil. Itulah
sebabnya maka kemudian Jerman berniat pula untuk menguasai wilayah – wilayah
sampai ke perbatasan Kongo dan ke utara sampai Sungai Nil. Disisi lain tindakan
ini jelas merupakan penghalang bagi Inggris yang juga mencita-citakan untuk
menyatukan wilayah jajahan melalui jalur kereta
api dari Cape Town sampai ke Kairo di Mesir. Pertentangan kedua bangsa
ini kemudian dapat diakhiri dengan diadakannya suatu perjanjian bernama
Helgoland tahun 1890 dengan isi :
“Inggris
diakui sebagai pelindung atas daerah Uganda dan memperoleh hak-hak proteektorat
atas Zanzibar dan Kepulauan Zemba, Wytu dan Nyasaland, sebagai gantinya Jerman
mendapatkan Pulau Helgoland. Jerman mendapat ijin memperluas jajahannya dari
Kamerun sampai danau Chad dan Afrika Barat Daya, serta memperoleh Coprivizipped
seluas 20 mil ke timur sampai sungai Zambesi”. Akan tetapi, krisis
berikutnya justru muncul kembali ketika Prancis merasa keberatan atas sumremasi
Inggris di Zanzibar. Perancis menunjuk isi perjanjian tahun 1862 yang menjamin
kebebasan Zanzibar sebagai pelabuhan terpenting di Afrika Timur. Konflik dapat
diatasi kembali dengan disepakatinya perjanjian tahun 1890 yang isinya,
“Perancis mendapat kebebasan untuk mendapatkan Madagaskar dan Sahara, sebaiknya
Perancis tidak keberatan jika Afrika Timur berada di bawah kekuasaan Inggris”.
Disamping itu disepakati pula ketentuan batas-batas yang jelas di Gambia,
Sierra Leone dan Gold Coast. Deaerah lain yang berhasil dikuasai Inggris yaitu
Uganda dan dijadikan protektorat tahun 1894.
Perjanjian
demi perjanjiaan yang dilakukan antara bangsa Eropa untuk menghindarkan
terjadinya konflik terus berlanjut. Tahun 1891 kembali Inggris mengadakan
perjanjian, kali ini dengan Italia untuk menentukan batas-batas garis demarkasi
antara keduanya (Inggris dan Italia) di Afrika Timur. Itali diperkenankan untuk
meluaskan wilayahnya sampai ke Ethiopia hingga garis meridian 35 derajat
lintang timur. Garis ini menempatkan Inggris sebagai penguasa Sudan, juga
merupakan koridor yang menghubungkan Mesir dengan Uganda. Maka dari itu penulis
makalah ini ingin mengungkapkan apa-apa saja penyebab krisi Fashoda ini dan hal
apa saja yang memebuat dua bangsa imperialis ini ingin memperebutkan daerah
Fashoda.
1.2 Rumusan
Masalah
Dalam makalah ini penulis ingin
mengupas beberapa hal pokok permasalahan yang menyangkut masalah-masalah yang
diungkap kan penulis melalui latar belakang diatas. Berikut ini beberapa
rumusan masalah :
1.
Apa
latar belakang krisis Fashoda itu?
2.
Bagaimana
bentuk ekspedisi yang dilakukan Inggris terhadap Sudan?
3.
Bahaya
yang ditimbulakn dari Krisis Fashoda?
4.
Bagaimana
bentuk penyelesaian Krisis Fashoda tersebut?
1.3
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini yang
berjudul “Krisis Fashoda” adalah penulis berupaya untuk mengungkapakan dan
menambah wawasan kita dalam hal sebab-sebab munculny suatu krisis yang
menyebabkan suatu konflik Negara, khususnya Krisis yang terjadi di benua Afrika
tepatnya Negara Sudan. Makalah ini juga memberikan sebuah hasil analisis
terhadap sebuah krisis tersebut yang menjadi sejarah di benua afrika.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Latar Belakang Krisis Fashoda
Apabila
Afrika sebalah selatan dan timur merupakan tempat dimana Negara Inggris
mendapatkan saingan dari bangsa Jerman dalam mencari daerah-daerah pebgaruh,
maka di Mesir dan Maroko saingan Inggris yang terhebat adalah Prancis. Dari
sinialah awal mulai benih-benih munculnya krisis Fashoda yaitu diawali oleh
sengketa serta perasiangan dua Negara Imperialis (Inggris dan Prancis). Puncak
sengketa antara dua Negara imperialis tersebut (Inggris dan Prancis)
menimbulkan suatu Krisis. Masing-masing memperebutkan daerah Fashoda di Sudan.
Dengan memiliki Fashoda , di lembah Sungai Nil itu, yang kemudian juga
diharapkan akan ditamabah dengan penguasaan Ethiopia, impian Negeri Prancis
untuk membentuk suatu “Imperium Samudra ke Samudra” akan dapat terlaksanakan. Daerah
Prancis di Afrika dengan demikian akan meluas melebar dari Samudra Atlantik ke
laut Merah, dari Laut Tengah ke teluk Guinea.
Semua
daerah di afrika sebelah utara equator dengan beberapa perkecualian di
sana-sini, akan menjadi milik Prancis. Sebaliknya dengan memiliki Sudan, maka
cita-cita Inggris “ from Cape to Cairo” juga akan tercapai. Oleh karena itu
maka Inggris bermaksud untuk mengusahakan dengan keras agar Sudan dapat
dikuasainya. Setelah berhasil mengatasi kemelut di Mesir, maka selanjutnya Inggris
dengan menggunakan tangan Mesir memasuki Sudan (secara Historis Sudan milik
Mesir). Pada ekspedisi pertama tidak berhasil dan Jendral Gordon mati terbunuh
di tangan Mahdi tapi tahun 1885 pada ekspedisi berikutnya Sudan berhasil
dikuasai. Gigihnya Inggris mendapatkan Sudan karena Sudan memiliki posisi yang
sangat strategis juga sebagai penyanggang Ethiopia dari Italia yang bagi
Inggris berarti ancaman dari orang-orang Derwish yang bekerjasama dengan
Ethiopia. Inggris juga melakukan kerjasama dengan Italia (1891) dan Jerman
(1893).
Dalam
rangka mewujudkan cita-citanya maka Prancis mengirimkan ekspedisi di bawah
pimpinan J.B Marchand tahun 1896 dengan jumlah peserta 234 orang yang sebagian
besar adalah penduduk bumi putera dan diperintahkan mengibarka bendera Prancis
di Sudan. Sementara itu mendengar ekspedisi Prancis maka Inggris pun
mengirimkan ekspedisi pula dibwah pimpinan Kitchener. Tahun 1896 sudah mencapai
Dongolo, terus keselatan, mencapai Atbata setelah berhasil mengalahkan kaum
Darwish tahun 1898 dan menguasai Omdurman.ketika pasukan Inggris tiba di
Fashoda Kitchener mereka menemukan bendera Prancis telah berkibar. Sehingga
terjadilah ketegangan anatar dua pimpinan tersebut.
2.2
Ekspedisi Bangsa Inggris dan Prancis
Pemerintahan
Inggris mengirim suatu ekspedisi,terdiri atas tentara gabungan Inggris Mesir ke
Dongola,sebelah utara dari lengkungan Sungai Nil di Sudan. Ekspedisi ini bukan
semata-mata untuk membalaskan dendam atas kematian Gordon melainkan ada
alasan-alasan lain terhadap Sudan yaitu :
1. Beberapa
Negara Eropa dalam tahun-tahun sesudah 1880 menduduki bagian-bagian dari Sudan
kuna yang kemudian daerah-daerah itu disebut Eritrea dan Somaliland.Dalam
tahun-tahun sekitar 1890 mereka bersaing untuk mendapatkan daerah pengaruh
diwilayah yang terkenal dengan nama Anglo-Egyptian Sudan.
2.
Kekalahan hebat diderita oleh orang Italia dalam pertempuran Adua(1896) melawan
orang Ethiopia yang mengakibatkan batas sebelah selatan terancam oleh bahaya
serangan orang Derwish.Menurut italia,kaum Derwish ini bersekutu dengan orang
Ethiopia untuk bersama merebut Kassala yang dikuasai Italia.Oleh sebab itu maka
Italia meminta bantuan Inggris.
3. Politik
Inggris terhadap Sudan adalah akibat pertumbuhan semangat imperialism yang
hebat di Inggris.Kepentingan utamanya adalah untuk penanaman modal kaum
Kapitalis Inggris di Sudan.
4.
Kemajuan Inggris di tanah Mesir memerlukan penguasaan daerah Sudan.
Untuk
memperkuat diri didaerah lembah Sungai Nil Inggris mengadakan perjanjian dengan
Negara Imperialis lainnya seperti Italia(1891) dengan Jerman(1893) dan tahun
berikutnya perjanjian diadakan dengan Congo Free State.
Dalam
semua perjanjian,ketiga Negara mengakui bahwa Lembah Sungai Nil sebelah Selatan
termasuk daerah pengaruh Inggris.Sebaliknya Inggris meminjamkan Enclave Lado
kepada Raja Leopold dan memberikan kebebasan pada Italia untuk bertindak
menguasai Kassala sampai sejauh Atbara.
Namun
tahun 1894,Jerman juga mengadakan perjanjian dengan Prancis sehingga kesempatan
ini dipergunakan sebaik-baiknya oleh Prancis.Menteri Ribot dan Hanotaux
memutuskan akan mengirimkan suatu ekspedisi dipimpin oleh Liotard dengan tugas
menanamkan kekuasaan Prancis di sekitar Bahr-el-Ghazal dan apabila mungkin ke
daerah Nil namun ekspedisi hanya mendapat hasil sedikit.
Februari
1896,Inggris juga mengirimkan ekspedisi dengan tujuan yang sama dan berangkat
dari Afrika timur maka Liotard dipanggil kembali oleh pemerintahannya dan digantikan
oleh Kapten J.B.Marchand.Ia diberikan pengikut kecil yaitu 213 orang Afrika dan
21 orang Prancis.Meski ekspedisi ini tidak bersifat militer,namun Marchand
diperintahkan untuk mengibarkan bendera “Tricolore(bendera prancis)” di wilayah
Sudan.Prancis menganggap bahwa sejak Mesir melapaskan Sudan untuk Kaum Mahdi
daerah tersebut merupakan daerah yang tak bertuan.
Pemerintah
Inggris dan Mesir kembali ingin menguasai Sudan,namun karena alasan
financial,Lord Cromer mulanya belum dapat menerima pengiriman ekspedisi
kedaerah Sudan itu.Barulah ketika Lord Salisbury dan Chamberlain
meyakinkannya,bahwa untuk menentukan nasib Sudan itu Prancis telah mengadakan
hubungan dengan Negus Ethiopia dan juga telah mengirimkan ekspedisi,maka Cromer
mau menerima saran tersebut.
Februari
1896 Lord Kitchener seorang Sirdar(Kepala Komandan pasukan Inggris di
Mesir),dikirim ke Selatan untuk memimpin ekspedisi Inggris-Mesir.September
1896,ekspedisi ini sudah mencapai Dongola.Kota ini dapat direbut tanpa
pertempuran.Namun Dongola bukanlah tujuan akhirnya melainkan baru tahapan
pertama.
1897
Kitchener berangkar ke Selatan sambil memperpanjang pemasangan jalan kereta
api.Tindakan ini merupakan sumbangan kepada realisasi proyek pembangunan jalan
kereta api “Cape Cairo” yang diimpikan oleh Cecil Rhodes.
April 1898
ia bersama tentaranya mengalahkan kaum Derwish di Atbara.Serangan diteruskan ke
Omdurman,salah satu benteng kaum Mahdi.Setelah melakukan perlawanan akhirnta
Omdurman jatuh ke tangan Inggris Mesir.Khalifa beserta para pengikutnya
melarikan diri menuju selatan dan menyelinap kea rah barat.Sehingga jalan ke
Khartoum terbuka.Lord Cromer memerintahkan agar bendera Inggris dan Mesir
dikibarkan berdampingan (September 1898)
Kemudian
mereka menuju ke Selatan,ketika Ktichener telah mendekati Fashoda,ia menerima
surat dari Mayor Marchand.Surat yang berisi selamat atas kemenagannya di
Omdurman dan Marchand juga mengatakan bahwa “atas perintah kami,kami harus
menduduki Bahr-el-Ghazal,Meshra-er-Req dan daerah pertemuan Sungai Bahr el Jebel
dan Nil Putih,kemudian daerah Shilluk sampai Fashoda,dimana kota ini telah kami
capai pada tanggal 10 Juli lalu..”
Dinyatakan
pula bahwa ia telah membuat perjanjian dengan kepala daerah Shilluk dan
menempatkan daerah itu dibawah perlindungan Prancis.
Ekspedisi
Marchand itu telah berlangsung selama dua tahun.Ia meninggalkan Marseille pada
1896 dan mendarat di Loango di Afrika Barat.ditempat ini ia tertahan selama 6
bulan karena ada pemberontakan suku-suku bumiputera.Kemudian ia sampai di Congo
dan melanjutkan perjalanannya itu sampai ke Bahr-el-Ghazal.Disini ia mendirikan
pos-pos untuk dijadikan markas.Dari tempat ini akhirnya ia sampai di
Fashoda(pada 10 Juli 1898).Ia mengibarkan benderanya dan melawan serangan
pengikut Mahdi.
Ketika
Kitchener sampai di Fashoda pada 19 September 1898,terjadilah suatu
krisis.Inggris dan Prancis adalah pesaing lama dilembah Sungai Nil dan pada
waktu itu kedua wakil Negara itu bertemu disekita Fashoda.Kemudian Kitchener
berkata kepada Marchand bahwa berkibarnya bendera Parncis di Fashoda itu adalah pelecehan langsung
terhadap kekuasaan Mesir karena daerah itu adalah milik yang mulia
Khedive.Marchand pun menjawab bahwa ia sebagai seorang prajurit kecil dan harus
tunduk kepada Pemerintah yang menyuruhnya untuk menduduki Bahr-el-Ghazal dan
Fashoda.Ia menolak perintah Kitchener untuk menurunkan bendera kebangsaannya
yang telah berkibar.Karena tidak ada yang mau mengalah,maka akhirnya
penyelesaian diserahkan pada pemerintahan masing-masing yang mana mereka
menanti keputusan dari London dan Paris.Kitchener kembali ke Khartoum sedangan
Marchand tetap di Fashoda.
2.3 Bahaya Krisis Inggris-Prancis dalam
perebutan daerah Fashoda
Bahaya
perang mengancam Inggris dan Prancis.Bagi Inggris masalah daerah Sudan adalah
masalah yang gawat.Pada saat itu Inggris masih berpijak pada politik isolasi
sedang Prancis sejak 1893 telah bergabung dalam Dual Alliance bersama
Rusia.Keadaan yang sangat kritis bagi Inggris akan dipergunakan Jerman untuk
menguatkan aliansinya.
Sejak
1895 Jerman ingin menyeret Inggris dalam Triple Alliance,berhubung dengan
kegagalannya mendekati Rusia.Oleh sebab itu ketika pemerintahan Salisbury
terancam bahaya perang karena masalah Venezuela(1895),pers Jerman dengan
sengaja memuat artikel tentang kedudukan Inggris yang “isolated” itu.Kemudian
menyusul tulisan pers Negara lain di kontinen yang memberikan komentar bahwa
politik isolasi Inggris itu berarti suatu kedudukan yang lemah,bukan hanya
tidak mempunyai sekutu tetapi tidak mempunyai kawan satupun didunia.
Antara
Salisbury (perdana menteri) dan menteri tanh jajahan,yaitu
J.Chamberlain,terdapat perbedaan paham dalam menghadapi masalah “splendid
isolation”.Chamberlain yang menganggap bahwa politik isolasi itu sangat
berbahaya,pada13 Mei 1898 mengadakan pidato yang isinya senada dengan suara
pers di kontinen.
Chamberlain
merasa bahwa politik isolasi tersebut tidak lagi dapat dipertahankan.Ia
berpendapa bahwa telah tiba masanya bagi Inggris untuk memilih pihak : Triple
Alliance atau Dual Alliance.
Tetapi
sebenarnya amat sukarlah bagi Inggris untuk menentukan pilihannya,sebab negeri
tersebut memusuhi ketiga negara besar anggota-anggota dua persekutuan
itu.Dengan Rusia berselisih karena bersaingan mendapatkan daerah pengaruh di
Persia,Afganistan dan Asia Timur.Dengan Jerman karena masalah Afrika Selatan
serta bersaingan dalam dunia perdagangan dan perindustrian juga karena
berebutan kekuasaan di lautan.Dengan Prancis karena berebutan daerah di
Afrika,terutama di lembah sungai Nil.
Menurut
perhitungan Jerman,Inggris tidak mungkin dapat mengadakan hubungan baik dengan
Prancis karena kedua negeri tersebut telah bermusuhan berabad-abad
lamanya.Kecurigaan Inggris terhadap Prancis makin bertamba ketika pada 1893
terbentuk Dual Alliance.Tahun 1898 merupakan saat yang nampaknya sangat
menguntungkan bagi Jerman.Inggris diharapkan akan meminta bantuan Jerman untuk
menghadapi Prancis,demikian pula Prancis juga akan membutuhkan bantuan Jerman
untuk menghadapi Inggris.Dalam kesempatan inilah kaisar Wilhelm II akan
merealisasi cita-citanya membentuk “Liga Kontinental” yang beranggotakan
Prancis,Rusia dan Jerman.Liga ini dimaksudkan untuk menghadapi Inggris.
Chamberlain
lebig condong pada Jerman daripada Prancis atau Rusia.Sebab bersama dengan
Jerman,mereka akan menghadapi lawannya di Tiongkok dan daerah-daerah
lain.Kemudian diajukan sebuah usul kepada Jerman yang isinya antara lain:”Jika
aliansi Jerman-Inggris berperang menghadapi Rusia.Jerman harus menanggung
serangan musuh itu sebagai ganti Jerman akan menerima konsesi-kensesi dari
Inggris di Afrika dan di Tiongkok”.Akan tetapi Jerman menolak usulan tersebut.
Bagi
Prancis masalah Fashoda juga merupakan masalah yang pelik.Baginya ada dua jalan
untu mengatasi insiden itu yaitu : menerima usulan Jerman atau memenuhi
tuntutan Inggris,ialah penarikan kembali ekspedisi yang dipimpin oleh
Marchand.Jika usulan Jerman diterima,yaitu bergabung dalam satu aliansi dengan
Jerman,berarti bahwa Prancis harus melepas cita-cita revanche terhadap Jerman
dan kemungkinan besar harus melakukan perang dengan Inggris.Berdasarkan
kenyataan bahwa di Prancis pada waktu itu sedang menghadapi keruwetan di dalam
negeri karena Dreyfus affair dan sebagainya,ditambah lagi suara publik
menghendaki agar cita-cita revanche terhadap Jerman itu dipegang teguh,maka
Diplomat Prancis yaitu Theopile Delcasse,memutuskan untuk memenuhi
tuntutan-tuntutan Inggris.Juga karena Prancis
saat itu tidak siap untuk berperang,sedang bantuan dari sekutunya belum
dapat diharapkan.Akhirnya pada 3November 1898 Marchand diperintahkan untuk
meninggalkan Fashoda .Dengan ini krisis yang mengancam perdamaian Eropa dapat
diatasi.
2.4. Penyelesaian Perebutan Daerah Fashoda
Penyelesaian
insiden tersebut bagi prancis merupakan suatu hinaan besar. Akan tetapi
disamping kehancuran itu nampak pula segi positif bagi kepentingan Prancis di
kemudian hari,Prancis tetap memegang teguh citacita revanche nya ,harapan untuk
memperoleh kembali daerah Sungai Rhine tetap dimiliki.Pendekatan kepada Inggris
mulai nampak,sehingga menunjukkan adanya tanda-tanda yang memungkinkan
tercapainya hubungan baik antara kedua negara yang tradisionil bermusuhan itu.
Sebaliknya
penyelesaian masalah Fashoda tersebut meruapakan kemenangan gemilang bagi
pemerintahan Salisbury.Namun untuk Jerman penyelesaian tersebut berarti
kegagalan besar dalam usaha mencapai cita-citanya.
Sesedah
tentara Prancis dievakuasikan,timbulah kesukaran.Bila Sudan masuk menjadi milik
Mesir , hal ini pasti akan memuaskan pemerintahan Mesir,Turki dan juga negara-negara
lainnya di Eropa selain Inggris.Prancis yang mengalami kekalahan besar dalam
insiden Fashoda itu menyambut dengan perasaan lega terhadap penyerahan Sudan
kepada Mesir.Sebaliknya apabila Sudan menjadi milik Inggris,Inggris akan merasa
puas sekali,sedang hak-hak bangsa Eropa di Sudan akan terjamin.Tetapi disamping
itu penguasaan Inggris terhadap Sudan berarti pelecehan terhadap Mesir dan juga
akan menciptakan kesukaran-kesukaran politik dengan Prancis.
Akhirnya
tercapailah persetujuan dengan Mesir.Pada Januari 1899 ditandantangani
perjanjian yang disebut Condominium Agreement.Perjanjian ini diadakan
berdasarkan saran Salisbury yang disampaikan kepada Lord Cromer pada 2 Agustus
1898.
Dengan
perjanjian itu,Sudan diperintah oleh Mesir dan Inggris,Lord Kitchener ditunjuk
sebagai Gubernur Jenderal di Anglo Egyptian Sudan itu.Pemberontakan di beberapa
tempat masih tetap berlangsung,Baru pada akhir 1899,sesudah Kahlifah “Abd
Allahi meninggal,seluruh Sudan dapat dikuasai oleh Kitchener.
Diantara
negara-negara besar di Eropa,hanya Prancis sajalah yang tidak mau mengakui
kekuasaan Inggris di Sudan.Akhirnya Prancis pun mengakui kekuasaan Condominium
Inggris Mesir di Sudan berdasarkan perjanjian bahwa : Prancis melepaskan
seluruh pengaruhnya disekitar Bahr el Ghazal,batasa antara daerah Sudan dan
Congo Prancis diputuskan;Prancis menerima Kerajaan Wadai sehingga dapat
menghubungkan Congo Prancis dengan daerah jajahannya disebelah barat laut.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kesimpulan
dari dari makalah yang dibahas di atas yaitu mengenai Krisi Fashoda, dimana
Krsis Fashoda ini merupakan akibat dari sengketa dua Negara Imperialis yaitu
Inggris dan Prancis ini tidak begitu jelas. Dikarenakan penyelesaiannya tidtak di terima oleh prancis. Sebab bagi
Prancis penyelesain Krisis ini merupakan hinaan yang besar bagi Prancis.
Hal ini
terjadi karena adanya pertimbangan yang lebih mendahulukan “Revance” terhadap
Jerman dan adanya Kasus “Drayfus” maka Prancis memilih mundur guna
menghindarkan konflik yang lebih besar. Dan akhir dari penarikan pasukan
Prancis tersebut berarti ini merupakan kemenangan bagi Inggris.
Daftar
pustaka
·
Farida.2004.MODUL SEJARAH AFRIKA
·
http://puntodewoblogspotcom.blogspot.com/2012/05/krisis-fashoda-dan-maroko-di-afrika.html