Latar belakang kedatangan Daendels ke pulau Jawa
Pengambilan-pengambilan kekuasaan
VOC oleh Pemerintahan Kerajaan Belanda bersamaan dengan Revolusi Industri
(1792-1802) yang melibatkan Austria, Rusia, Inggris, Belanda dan Spanyol. Pada
tahun 1795, Perancis dapat menaklukan Belanda. Raja Belnda William V,
mengasingka diri ke Inggris dan menyerahkan seluruh daerah jajahannya untuk
sementara waktu kepada Perancis. Belanda jatuh ketangan Perancis dibawah
pimpinan Kaisar Louis Napoleon Bonaparte pada tahun 1806. Hal tersebut
menyebabkan pengaruh poitikliberal Perancis meluas di Belanda dan terjadilah
perubahan peta politik di Belanda yang pengaruhnya sampai ke Indonesia sebagai
daerah jajahannya. Napoleon Bonaparte kemudian kemdian mengangkan Herman Willem
Daendels sebagai gubernur jendral Hindia Belanda dan menggantikan
Gubernur-Jenderal Albertus Wiese.
Daendels datang ke Indonesia pada 1 januari 1806. Ia dikenal sebagai tokoh
revolusioner yang mendukung politik liberalism.
Kedatangan Daendels ke Pulau Jawa
mengemban tugas pokok, yaitu
a) Memperkuat
pertahan di Pulau Jawa untuk menghadapi serangan Inggris
b) Mengumpulkan
dana sebanyak-banyaknya untuk biaya perang melawan Inggris.
c) Memperbaiki
kondisi keuangan pemerintah karena kas Negara kosong.
Kebijakan Herman Willem Daendels (1806-1811)
Jawa adalah satu-satunya daerah
koloni Belanda-Perancis yang belum jatuh ke tangan Inggris setelah Isle de France
dan Mauritius pada tahun 1807.
Namun demikian beberapa kali armada Inggris telah muncul di perairan utara laut
Jawa bahkan di dekat Batavia.
Pada tahun 1800,
armada Inggris telah memblokade Batavia dan menghancurkan galangan kapal Belanda
di Pulau Onrust sehingga tidak
berfungsi lagi. Pada tahun 1806,
armada kecil Inggris di bawah laksamana Pellew
muncul di Gresik.
Setelah blokade singkat, pimpinan militer Belanda, Von Franquemont
memutuskan untuk tidak mau menyerah kepada Pellew. Ultimatum Pellew untuk
mendarat di Surabaya
tidak terwujud, tetapi sebelum meninggalkan Jawa Pellew menuntut Belanda agar
membongkar semua pertahanan meriam di Gresik dan dikabulkan.
Ketika mendengar hal ini, Daendels
menyadari bahwa kekuatan Perancis-Belanda yang ada di Jawa tidak akan mampu
menghadapi kekuatan armada Inggris. Maka iapun melaksanakan tugasnya dengan
segera. Daendels memerinatah di Indonesia secara tegas dan melakukan perubahn
politik secara radiakal. Sisitem pemerintahan di Indonesia diubah dari system
tradisional kesistem pemerintahan modern. Jalan raya dan dan benteng-benteng
pertahanan dibangun untuk kepentingan militer dan ekonomi Belanda. Pengadilan
bagi penduduk pribumi dilaksanakan secara hukum adat, sedangkan untuk bangsa
Eropa, Cina, Arab, dan Indocina menurut undang-undang Hindia Belanda. Tentara
Belanda diisinya dengan orang-orang pribumi,
ia membangun rumah sakit-rumah
sakit dan tangsi-tangsi
militer baru. Di Surabaya
ia membangun sebuah pabrik senjata, di Semarang
ia membangun pabrik meriam dan di Batavia
ia membangun sekolah militer.
Kastil di Batavia
dihancurkannya dan diganti dengan benteng di Meester Cornelis
(kini Jatinegara). Di Surabaya
dibangunnya Benteng Lodewijk.
Proyek utamanya, yaitu Jalan Raya Pos
(Grote Postweg) dari Anyer sampai Panarukan. Pembangunan jalan ini adalah
proyek monumental Daendels, namun harus dibayar mahal dengan banyak pelanggaran
hak-hak asasi manusia karena dikerjakan secara paksa tanpa imbalan atau kerja
rodi. Ribuan penduduk Indonesia meninggal dalam kerja paksa ini. Pembangunan
jalan Daendels dari Anyer (Banten) sampai Panarukan (Jawa Timur) sejauh 1000 km
pada tahun 1809 – 1810 yang pada awalnya
bertujuan untuk mempercepat tibanya surat-surat yang dikirim antar Anyer
hingga Panarukan atau sebagai jalan pos, akan tetapi dalam perkembangan
selanjutnya dibangunnya juga karena manfaat militernya, yaitu untuk
mengusahakan tentara-tentaranya bergerak dengan cepat dan semenjak saat itu, jaringan
transportasi darat dipulau Jawa mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Jalan Raya Pos dibangun mulai dari
Batavia (Jakarta) melalui buitenzorg
(Bogor) lewat cianjur menuju Bandung dan terus ke Sumedang. Pada zaman
pemerintahan Daendels dibangun juga jalan simpang kedaerah pealaman untuk
mempermudah transportasi darat dari daerah pedalaman kepesisir. Selain itu,
dibuat juga jalan-jalan untuk pengangjutan berat dengan kerabau atau kuda.
Disepanjang jalan raya pada jarak tertentu dibangun pendopo, yaitu tempat
istirahat dan mengganti kuda. Ditempat tertentu adapula persanggrahan, yaitu
tempat-tempat pejabat dan pengikutnya beristirahat, serta dibangun pula
tempat-tempat penyeberangan sungai untuk menyeberangkan kendaraan denagn
menggunakan perahu tambang.
Dalam pembangunan proyek ini,
Daendels mewajibkan setiap penguasa pribumi untuk memobilisasi rakyat, dengan
target pembuatan jalan sekian kilometer. Sadisnya, priyayi atau penguasa
pribumi yang gagal mengerjakan proyek tersebut, termasuk para pekerjanya,
dibunuh. Tak hanya itu, kepala mereka lalu digantung di pohon-pohon kiri-kanan
ruas jalan. Gubernur Jenderal Daendels memang menakutkan, dia kejam, sadis dan
tak kenal ampun. Karena banyaknya korban pada pembuatan jalan Batavia-Banten
masih simpang siur, menurut beberapa sejarahwan, korban meninggal sekitar
15.000 orang dan banyak yang meninggal tanpa dikuburkan secara layak.
Walaupun demikian Daendels semakin
keras menghadapi rakyat, dia tidak segan-segan memerintahkan tentaranya
menembak mati rakyat yang lalai atau tidak mau bekerja dalam pembuatan jalan
apapun alasannya. Dengan tangan besinya jalan itu diselesaikan hanya dalam
waktu setahun saja (1808). Suatu prestasi yang luar biasa pada zamannya. Karena
itulah nama Daendels dan Jalan Raya Pos dikenal dan mendunia hingga kini.
Paruh kedua abad ke-19, pembangunan
jalan mengalami kemajuan pesat. Hal tersebut disebabkan oleh kebutuhan
pengangkut dari dan ke pabrik atau perkebunan. Jalan-jalan banyak dibangun
denagn menggunakan tenaga kerja-wajib (herendiensten).
Pada tahun 1900-an, pembangunan jaringan jalan di Jawa mencapai panjang 20.000
km.
tq
hqqwkwkwkwkwkwkwkwk
Fuck you
Awokwokwok