KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji bagi
Allah yang masih memberikan kesehatan dan kesempatan kepada kita semua terutama
kepada Penulis,sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Berikut ini Penulis mempersembahkan
sebuah karya tulis(makalah)yang berjudul “Perlawanan
Melawan VOC”.Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Kepada Pembaca yang
budiman,jika terdapat kekurangan atau kekeliruan dalam penulisan makalah
ini,Penulis mohon maaf karena Penulis sendiri masih dalam tahap belajar.
Dengan demikian,tak lupa Penulis
ucapkan terima kasih kapada para Pembaca.Semoga Allah memberkahi makalah ini
sehingga bermanfaat bagi kita semua
Wassalamualaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh
Indralaya, 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ..................................................................................................1
DAFTAR
ISI ................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................4
1.3 Tujuan.........................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
II.1 Perlawanan
Rakyat Maluku Melawan VOC ..............................................5
II. 2 Perlawanan Mataram
Menghadapi VOC ..................................................7
II. 3 Perlawanan
Trunojoyo(1674-168 ) ...........................................................8
II.4 Perlawanan
Untung Suropati (1868-1706) ................................................9
II.
5 Perlawanan
Makasar Menghadapi VOC .................................................11
II. 6 Perlawanan
Banten Terhadap VOC ........................................................12
BAB III PENUTUP
III. 1 Kesimpulan ............................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Kedudukan Belanda di Nusantara berlangsung pada tahun 1596-1942
diawali dengan kedatangan armada dagang Belanda di bawah pimpinan Cornelis de
Houtman pada tahun 1596 yang berlabuh di Banten. Mulanya mencari barang
dagangan atau rempah rempah akan tetapi kemudian Belanda bukan sekedar ingin
berdagang biasa, melainkan ingin menguasai dan menjajah Nusantara. Pada tahun
1596 awal penjajahan Belanda di Nusantara dengan mendirikan persekutuan dagang
yang bernama VOC (Vereeningde Oost-indische Compagnie) atau persekutuaan dagang
India timur yang dibantu oleh pemerintahan Belanda. VOC menguasai dan
mengekploitasi ekonomi di Indonesia dari tahun 1602 – 1799.
Proses
hubungan antara kekuasaan negara dan kekuasaan Belanda pada abad ke-19
menunjukkan dua gejala yang bertolak belakang,di satu pihak tampak makin
meluasnya kekuasaan Belanda,sedangkan di lain pihak terlihat makin merosotnya
kekuasaan negara-negara tradisional.Pengaruh hubungan dengan kekuasaan barat
tersebut menyangkut berbagai segi kehidupan,seperti politik,sosial,ekonomi,dan
budaya.
Selama
situasi kritis di daerah kerajaan,ajakan perlawanan dari para bangsawan ataupun
ulama yang berpengaruh untuk melawan kekuasaan asing dengan cepat mendapat
sambutan baik dari kelompok rakyat karena tekanan-tekanan hidup yang mereka
alami dan sikap antipati mereka terhadap kekuasaan asing.Selain itu pengalaman
pahit yang pernah dirasakan oleh rakyat di daerah-daerah selama kontak dengan
kekuasaan asing dapat memperkuat keinginan untuk berjuang melawan kekuasaan
asing.
Secara
umum dapat dikatakan bahwa kondisi di daerah-daerah selama kontak dengan
kekuasaan barat cukup subur untuk timbulnya perjuangan tersebut. Dalam
tiap-tiap daerah,intensitas kontak dari kekuasaan Belanda tidak bersamaan waktu
terjadinya,sehingga timbulnya perjuangan terhadap kekuasaan asing pun tidak
sama waktunya.Perjuangan-perjuangan itu dapat berupa perlawanan besar atau
pemberontakan,ataupun hanya berupa kericuhan.
1.2
Rumusan
Masalah
Masalah yang
akan dibahas dalam makalah ini,antara lain
1.Perlawanan
rakyat Maluku melawan VOC
2.Mataram
menghadapi VOC
3.Perlawanan
Trunojoyo
4.Perlawanan
Untung Suropati
5.Makasar
menghadapi VOC
6.Perlawanan
Banten melawan VOC
1.3
Tujuan
Adapun tujuan
yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini,antara lain
1.Untuk
mengetahui perlawanan Maluku melawan VOC
2.Untuk
mengetahui perlawanan Mataram menghadapi VOC
3.Dapat
mengetahui perlawanan Trunojoyo
4.Untuk
mengetahui perlawanan Untung Suropati
5.Dapat
mengetahui perlawanan Makasar menghadapi VOC
6.Untuk
mengetahui perlawanan Banten melawan VOC
BAB II
PEMBAHASAN
II.1
Perlawanan Rakyat Maluku Melawan VOC
Pada
tahun 1605 Belanda mulai memasuki wilayah Maluku dan berhasil merebut benteng
Portugis di Ambon. Praktik monopoli dengan sistem pelayaran Hongi menimbulkan
kesengsaran rakyat. Pada tahun 1635 muncul perlawanan rakyat Maluku terhadap
VOC di bawah pimpinan Kakiali, Kapten Hitu. Perlawanan segera meluas ke
berbagai daerah. Oleh karena kedudukan VOC terancam, maka Gubernur Jederal Van
Diemen dari Batavia dua kali datang ke Maluku (1637 dan 1638) untuk menegakkan
kekuasaan Kompeni. Untuk mematahkan perlawanan rakyat Maluku, Kompeni
menjanjikan akan memberikan hadiah besar kepada siapa saja yang dapat membunuh
Kakiali. Akhirnya seorang pengkhianat berhasil membunuh Kakiali. (Hanna, Williard. 1996 : 173)
Dengan
gugurnya Kakiali, untuk sementara Belanda berhasil mematahkan perlawanan rakyat
Maluku, sebab setelah itu muncul lagi perlawanan sengit dari orang-orang Hitu
di bawah pimpinan Telukabesi. Perlawanan ini baru dapat dipadamkan pada tahun
1646. Pada tahun 1650 muncul perlawanan di Ambon yang dipimpin oleh Saidi.
Perlawanan meluas ke daerah lain, seperti Seram, Maluku, dan Saparua. Pihak
Belanda agak terdesak, kemudian minta bantuan ke Batavia. Pada bulan Juli 1655
bala bantuan datang di bawah pimpinan Vlaming van Oasthoom dan terjadilah
pertempuran sengit di Howamohel. Pasukan rakyat terdesak, Saidi tertangkap dan
dihukum mati, maka patahlah perlawanan rakyat Maluku.
(Hanna, Williard. 1996 : 175)
Sampai akhir
abad ke-17 tidak ada lagi perlawanan menentang VOC. Pada akhir abad ke-18, muncul
lagi perlawanan rakyat Maluku di bawah pimpinan Sultan Jamaluddin, namun segera
dapat ditangkap dan diasingkan ke Sailan (Sri Langka). Menjelang akhir abad
ke-18 (1797) muncullah perlawanan besar rakyat Maluku di bawah pimpinan Sultan
Nuku dari Tidore. Sultan Nuku berhasil merebut kembali Tidore dari tangan VOC.
Akan tetapi setelah Sultan Nuku meninggal (1805), VOC dapat menguasai kembali
wilayah Tidore. (Hanna,
Williard. 1996 : 181)
Perlawanan Pattimura terjadi di Saparua, yaitu
sebuah kota kecil di dekat pulau Ambon. Sebab-sebab terjadinya perlawanan
terhadap Belanda adalah :
- Rakyat Maluku menolak kehadiran Belanda karena pengalaman mereka yang menderita dibawah VOC
- Pemerintah Belanda menindas rakyat Maluku dengan diberlakukannya kembali penyerahan wajib dan kerja wajib
- Dikuasainya benteng Duursteide oleh pasukan Belanda
Akibat
penderitaan yang panjang rakyat menentang Belanda dibawah pimpinan Thomas
Matulesi atau Pattimura. Tanggal 15 Mei 1817 rakyat Maluku mulai bergerak
dengan membakar perahu-perahu milik Belanda di pelabuhan Porto. Selanjutnya
rakyat menyerang penjara Duurstede. Residen Van den Berg tewas tertembak dan
benteng berhasil dikuasai oleh rakyat Maluku. (Hanna, Williard. 1996 : 181)
Pada bulan Oktober 1817 pasukan Belanda dikerahkan secara
besar-besaran, Belanda berhasil menangkap Pattimura dan kawan-kawan dan pada
tanggal 16 Nopember 1817. Pattimura dijatuhi hukuman mati ditiang gantungan,
dan berakhir lah perlawanan rakyat Maluku.
II.2 Mataram Menghadapi
VOC
Sultan Agung (1613-1645) adalah raja terbesar
Mataram yang bercita-cita mempersatukan seluruh Jawa di bawah Mataram dan
mengusir Kompeni (VOC) dari Pulau Jawa. Untuk merealisir cita-citanya, ia
bermaksud membendung usaha-usaha Kompeni menjalankan penetrasi politik dan
monopoli perdagangan. (Notosusanto,
Nugroho, 2008 : 224)
Pada tanggal 18 Agustus 1618, kantor dagang VOC di
Jepara diserbu oleh Mataram. Serbuan ini merupakan reaksi pertama yang
dilakukan oleh Mataram terhadap VOC. Pihak VOC kemudian melakukan balasan
dengan menghantam pertahanan Mataram yang ada di Jepara. Sejak itu, sering
terjadi perlawanan antara keduanya, bahkan Sultan Agung berketetapan untuk
mengusir Kompeni dari Batavia. (Notosusanto, Nugroho, 2008 : 224)
Serangan besar-besaran terhadap Batavia, dilancarkan
dua kali. Serangan pertama, pada bulan Agustus 1628 dan dilakukan dalam dua
gelombang. Gelombang I di bawah pimpinan Baurekso dan Dipati Ukur, sedangkan
gelombang II di bawah pimpinan Suro Agul-Agul, Manduroredjo, dan Uposonto.
Batavia dikepung dari darat dan laut selama tiga bulan, tetapi tidak menyerah.
Bahkan sebaliknya, tentara Mataram akhirnya terpukul mundur. (Notosusanto, Nugroho, 2008 : 225)
Serangan kedua dilancarkan pada bulan September 1629
di bawah pimpinan Dipati Purbaya dan Tumenggung Singaranu. Akan tetapi serangan
yang kedua ini pun juga mengalami kegagalan. Kegagalan serangan-serangan
tersebut disebabkan:
- Kalah persenjataan.
- Kekurangan persediaan makanan, karena lumbung-lumbung persediaan makanan yang dipersiapkan di Tegal, Cirebon, dan Kerawang telah dimusnahkan oleh Kompeni.
- Jarak Mataram - Batavia terlalu jauh.
- Datanglah musim penghujan, sehingga taktik Sultan Agung untuk membendung sungai Ciliwung gagal.
- Terjangkitnya wabah penyakit yang menyerang prajurit Mataram.
II.3
Perlawanan Trunojoyo(1674-1680)
Trunojoyo, seorang keturunan bangsawan dari Madura
tidak senang terhadap Amangkurat I, karena pemerintahannya yang sewenang-wenang
dan menjalin hubungan dengan Kompeni. Perlawanan Trunojoyo di mulai pada tahun
1674, dengan menyerang Gresik. Dengan berpusat di Demung (dekat Panarukan),
Trunojoyo melakukan penyerangan dan dalam waktu singkat telah berhasil
menguasai beberapa daerah di Jawa Timur dan Jawa Tengah bahkan sampai pusat
Mataram di Plered (Yogyakarta). Dalam perlawanan ini, Trunojoyo dibantu oleh
Raden Kajoran, Macan Wulung, Karaeng Bontomarannu, dan Karaeng Galesung. (Suyono, 2003 : 54)
Pada tanggal 2 Juli 1677, pasukan Trunojoyo telah
berhasil menduduki Plered, ibukota Mataram. Amangkurat I yang sering sakit
bersama putra mahkota, Adipati Anom melarikan diri untuk minta bantuan kepada
Kompeni di Batavia. Dalam perjalanan, Amangkurat I meninggal di Tegal Arum
(selatan Tegal), sehingga dikenal dengan sebutan Sultan Tegal Arum. Adipati
Anom kemudian menaiki takhta dengan gelar Amangkurat II. Untuk menghadapi
Trunojoyo, Amangkurat II minta bantuan Kompeni, akan tetapi tidak ke Batavia
namun ke Jepara. Pimpinan Kompeni (VOC) Speelman menerima dengan baik
Amangkurat II dan bersedia membantu dengan suatu perjanjian (1678) yang isinya:
- VOC mengakui Amangkurat II sebagai raja Mataram.
- VOC mendapatkan monopoli dagang di Mataram.
- Seluruh biaya perang harus diganti oleh Amangkurat II
- Sebelum hutangnya lunas, pantai utara Jawa digadaikan kepada VOC.
- Mataram harus menyerahkan daerah Kerawang, Priangan, Semarang dan sekitarnya kepada VOC.
Setelah
perjanjian ini ditandatangani penyerangan di mulai. Pada waktu itu Trunojoyo
telah berhasil mendirikan istana di Kediri dengan gelar Prabu Maduretno.
Tentara VOC di bawah pimpinan Anthonie Hurdt, yang dibantu oleh tentara Aru
Palaka dari Makasar, Kapten Jonker dari Ambon beserta tentara Mataram menyerang
Kediri. Dengan mati-matian tentara Trunojoyo menghadapi pasukan gabungan
Mataram-VOC, tetapi akhirnya terpukul mundur. Pasukan Trunojoyo terus terdesak,
masuk pegunungan dan menjalankan perang gerilya. Demi keselamatan sebagian
pengikutnya, pada tanggal 25 Desember 1679 menyerah dan akhirnya gugur ditikam
keris oleh Amangkurat II pada tanggal 2 Januari 1680. Dengan gugurnya
Trunojoyo, terbukalah jalan bagi VOC untuk meluaskan wilayah dan kekuasaannya
di Mataram. (Suyono, 2003
: 55)
II.4
Perlawanan Untung Suropati (1868-1706)
Untung, menurut cerita adalah seorang putra
bangsawan dari Bali, yang dibawa pegawai VOC ke Batavia. Semula Untung
dijadikan tentara VOC di Batavia. Dalam peristiwa Cikalong (1684), merasa harga
dirinya direndahkan, maka Untung berbalik melawan VOC. (Notosusanto,
Nugroho, 2008 : 226)
Dengan peristiwa Cikalong tersebut, Untung tidak
kembali ke Batavia, namun melanjutkan perlawanan menuju Cirebon. Di Cirebon
terjadi perkelahian dengan Suropati dan Untung menang sehingga namanya
digabungkan menjadi Untung Suropati. Dari Cirebon Untung terus melanjutkan perjalanan
menuju Kartasura, dan disambut
baik oleh Amangkurat II yang telah merasakan beratnya perjanjian yang dibuat
dengan VOC. Pada tahun 1686, datanglah utusan VOC di Kartasura di bawah
pimpinan Kapten Tack dengan maksud merundingkan soal hutang Amangkurat II dan
menangkap Untung. Amangkurat II menghindari pertemuan ini dan terjadilah pertempuran. (Notosusanto,
Nugroho, 2008 : 226)
Kapten Tack bersama anak buahnya berhasil
dihancurkan oleh Untung, dan Untung kemudian melanjutkan perjalanan ke Jawa
Timur hingga sampai di Pasuruan. Di Pasuruan inilah Untung Suropati berhasil
mendirikan istana dan mengangkat dirinya menjadi adipati dengan gelar Adipati
Ario Wironegoro, dengan wilayah seluruh Jawa Timur, antara lain Blambangan,
Pasuruhan, Probolinggo, Malang, Kediri dan Bangil. Di Bangil, dibangun
perbentengan guna menghadapi VOC. (Notosusanto, Nugroho, 2008 : 226)
Pada tahun 1703, Amangkurat II wafat, putra mahkota
Sunan Mas naik takhta. Raja baru ini benci terhadap Belanda dan condong
terhadap perlawanan Untung. Pangeran Puger (adik Amangkurat II) yang ingin
menjadi raja, pergi ke Semarang dan minta bantuan kepada VOC agar diakui
sebagai raja Mataram. Pada tahun 1704, Pangeran Puger dinobatkan menjadi raja
dengan gelar Paku Buwono I. Pada tahun 1705 Paku Buwono I dan VOC menyerang
Mataram. Sunan Mas melarikan diri dan bergabung dengan pasukan Untung di Jawa
Timur. (Notosusanto, Nugroho, 2008 : 226)
Oleh pihak Kompeni di Batavia, dipersiapkan pasukan
secara besar-besaran untuk menyerang Pasuruan. Di bawah pimpinan Herman de
Wilde, pasukan Kompeni berhasil mendesak perlawanan Untung. Dalam perlawanan di
Bangil, Untung Suropati terluka dan akhirnya pada tanggal 2 Oktober 1706 gugur.
Jejak perjuangannya diteruskan oleh putra-putra Untung, namun akhirnya berhasil
dipatahkan oleh Kompeni. Bahkan Sunan Mas sendiri akhirnya menyerah, kemudian
dibawa ke Batavia, dan diasingkan ke Sailan (1708). (Notosusanto, Nugroho, 2008 : 226)
II.5 Perlawanan Makasar
Menghadapi VOC
Pada abad ke-17 di Sulawesi Selatan telah muncul
beberapa kerajaan kecil seperti Gowa, Tello, Sopeng, dan Bone. Di antara
kerajaan tersebut yang muncul menjadi kerajaan yang paling kuat ialah Gowa,
yang lebih dikenal dengan nama Makasar. (Suyono, 2003
: 78)
Adapun faktor-faktor yang mendorong perkembangan
Makasar, antara lain
- Letak Makasar yang sangat strategis dalam lalu lintas perdagangan Malaka-Batavia-Maluku.
- Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511.
- Timbulnya Banjarmasin sebagai daerah penghasil lada, yang hasilnya dikirim ke Makasar.
Usaha penetrasi kekuasaan terhadap Makasar oleh VOC
dalam rangka melaksanakan monopolinya menyebabkan hubungan Makasar - VOC yang
semula baik menjadi retak bahkan akhirnya menjadi perlawanan. Hal ini
dikarenakan Makasar selalu menerobos monopoli VOC dan selalu membantu rakyat
Maluku melawan Kompeni. Pertempuran besar meletus pada tahun 1666, ketika Makasar
di bawah pemerintahan Sultan Hasanuddin (1654-1670). Dalam hal ini VOC
berkoalisi dengan Kapten Jonker dari Ambon, Aru Palaka dari Bone, dan di pihak
VOC sendiri dipimpin oleh Speelman. Makasar dikepung dari darat dan laut, yang
akhirnya pertahanan Makasar berhasil dipatahkan oleh VOC. Para pemimpin yang
tidak mau
menyerah, seperti Karaeng Galesung dan Karaeng Bontomarannu melarikan diri ke Jawa (membantu perlawanan Trunojoyo). (Suyono, 2003 : 79)
menyerah, seperti Karaeng Galesung dan Karaeng Bontomarannu melarikan diri ke Jawa (membantu perlawanan Trunojoyo). (Suyono, 2003 : 79)
Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani Perjanjian
Bongaya pada tanggal 18 November 1667, yang isinya :
- Wilayah Makasar terbatas pada Goa, wilayah Bone dikembalikan kepada Aru Palaka.
- Kapal Makasar dilarang berlayar tanpa izin VOC.
- Makasar tertutup untuk semua bangsa, kecuali VOC dengan hak monopolinya.
- Semua benteng harus dihancurkan, kecuali satu benteng Ujung Pandang yang kemudian diganti dengan nama Benteng Roterrdam.
- Makasar harus mengganti kerugian perang sebesar 250.000 ringgit.
Sultan Hasanuddin walaupun telah menandatangani
perjanjian tersebut, karena dirasa sangat berat dan sangat menindas; maka
perlawanan muncul kembali (1667-1669). Makasar berhasil dihancurkan dan
dinyatakan menjadi milik VOC.
II.6 Perlawanan Banten
Terhadap VOC
Pada waktu orang-orang Belanda datang pertama kali
di Banten (1596), Banten berada di bawah pemerintahan Maulana Muhammad. Pada
saat itu Banten telah berkembang menjadi kota bandar yang ramai. Wilayah Banten
meliputi seluruh Banten, Priangan, dan Cirebon. Maksud kedatangan Belanda yang
semula berdagang, maka disambut dengan baik. Akan tetapi setelah Kompeni
malakukan monopoli dan penetrasi politik, hubungan Banten - VOC menjadi buruk,
bahkan sering terjadi pertentangan; lebih-lebih setelah VOC berhasil menduduki
kota Jayakarta pada tahun 1619. (Suyono, 2003
: 36)
Pertentangan Banten - VOC menjadi perlawanan besar,
setelah Banten di bawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtoyoso ( 1651 - 1682).
Dalam hal ini VOC melakukan politik "devide et impera". Pada tahun
1671 Sultan Ageng Tirtoyoso mengangkat putra mahkota (dikenal dengan sebutan
Sultan Haji karena pernah naik haji) sebagai pembantu yang mengurusi urusan
dalam negeri, sedangkan urusan luar negeri dipercayakan kepada Pangeran Purboyo
( adik Sultan Haji). Atas hasutan VOC, Sultan Haji mencurigai ayahnya dan
menyatakan bahwa ayahnya ingin mengangkat Pangeran Purboyo sebagai raja Banten.
Pada tahun 1680, Sultan Haji berusaha merebut kekuasaan, sehingga terjadilah
perang terbuka antara Sultan Haji yang dibantu VOC melawan Sultan Ageng
Tirtoyoso (ayahnya) yang dibantu Pangeran Purboyo. Sultan Ageng Tirtoyoso dan
Pangeran Purboyo terdesak ke luar kota, dan akhirnya Sultan Ageng Tirtoyoso
berhasil di tawan oleh VOC; sedangkan Pangeran Purboyo mengundurkan diri ke
daerah Priangan. (Suyono, 2003 : 37)
Pada tahun 1682 Sultan Haji dipaksa oleh VOC untuk
menandatangani suatu perjanjian yang isinya :
- VOC mendapat hak monopoli dagang di Banten dan daerah pengaruhnya.
- Banten dilarang berdagang di Maluku.
- Banten melepaskan haknya atas Cirebon.
- Sungai Cisadane menjadi batas wilayah Banten dengan VOC.
Sejak adanya
perjanjian ini, maka penguasa Banten sebenarnya ialah VOC.
BAB III
PENUTUP
III.I Kesimpulan
Indonesia memperoleh kemerdekaan
dalam waktu yang lama. Banyak para pahlawan yang gugur demi mempertahankan bumi
pertiwi tercinta. Mereka mengorbankan seluruh jiwa dan raga untuk mengejar
sebuah kata merdeka. Sebelum tahun 1908, telah banyak bangsa lain yang ingin
menjajah dan menguasai Indonesia. Mereka banyak memeras, menindas, dan merampas
hak-hak rakyat Nusantara. Banyak perlawanan dari pahlawan-pahlawan kita yang
masih bersifat kedaerahan. Muncul banyak tokoh-tokoh yang memegang andil besar
dalam perlawanan terhadap penjajahan yang bangsa lain lakukan.
Tugas kita sebagai penerus bangsa
adalah mempertahankan kemerdekaan ini, tetap menjaga semangat perjuangan dan
mempertahankan kebudayaan nenek moyang kita. Namun di jaman globalisasi
sekarang ini, semangat generasi muda penerus bangsa kian menurun dan sangat
memprihatinkan. Melihat akan gigihnya para pejuang daerah kita terdahulu, harusnya
para pemuda merasa malu. Semestinya para pemuda generasi baru harus bisa
melanjutkan perjuangan para pendahulu yang rela berkorban tanpa jasa dan berani
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Sebagai generasi muda seharusnya dapat
melanjutkan tonggak harapan ini untuk mengisi kemerdekaan dengan cara
meningkatkan akhlak.
DAFTAR PUSTAKA
Notosusanto,
Nugroho:Poesponegoro Marwati Djoened. 2008. Sejarah Nasional
Indonesia Jilid IV. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Suyono Capt.R.P. 2003. Peperangan Kerajaan di
Nusantara. Jakarta:PT Gramedia
Hanna,
Williard. 1996. Ternate dan Tidore. Jakarta : PT Penebar Swadaya
gimana caranya ?
nice