Migrasi awal manusia dan kebudayaan di Asia Tenggara dan dampaknya , lengkap !!!


Proses Migrasi Ras Proto Melayu dan Deutro Melayu ke Kawasan Asia Teggara dan     Indonesia
Menurut pendapat para ahli, pada periode 40.000 tahun lalu jenis manusia purba Meganthropus, Pithecanthropus dan jenis Homo telah mengalami kepunahan. Penghuni kepulauan Indonesia kemudian bergeser ke manusia-manusia migran yang datang dari berbagai wilayah di Asia dan Australia. Proses migrasi awal menunjukkan bahwa populasi-populasi kepulauan Indonesia berasal dari bangsa Australo-Melanesia (Australoid) dan Mongoloid (atau lebih khusus lagi adalah Mongoloid Selatan).
 Setelah itu datang lagi gelombang migrasi kedua yaitu bangsa Austronesia (Melayu/Proto Melayu/Melayu Tua) yang berasal dari Yunan (wilayah di propinsi Cina bagian Selatan). Migrasi mereka sendiri ke kepulauan Indonesia berlangsung dalam dua gelombang.

            Periode gelombang pertama terjadi pada sekitar tahun 1500 SM, melalui dua jalur utama. Jalur pertama dari Yunan melewati Siam, Malaya dan Sumatera (jalur Barat dan Selatan) dan Jalur kedua dari Yunan, Vietnam, Filipina kemudian masuk ke Indonesia melalui wilayah Sulawesi (jalur Timur dan Utara). Dalam proses persebarannya mereka membawa kebudayaan neolitikum dari pusatnya di Basson-Hoabinh, yang diantaranya adalah kapak persegi dan kapak lonjong. Suku bangsa Indonesia sekarang yang termasuk keturunan bangsa Melayu Tua atau Proto Melayu misalnya suku Toraja dan Dayak.

            Migrasi  kedua dari bangsa Malayu (Deutro Melayu/Melayu Muda) terjadi pada sekitar tahun 500 SM. Proses persebarannya melalui jalur daratan Asia kemudian Semenanjung Malaya dan masuk ke Indonesia melalui Sumatera. Kedatangan bangsa ini sambil membawa pengaruh budaya logam dari Dongson, seperti nekara, moko, dan kapak perunggu. Suku bangsa Indonesia sekarang yang termasuk keturunan bangsa Melayu Muda atau Deutero Melayu misalnya suku Jawa, Melayu,danBugis.


Dampak atau Pengaruh Migrasi Terhadap Perkembangan Budaya Masyarakat Awal Kepulauan Indonesia khsususnya Pengaruh Budaya Hoa-Bihn / Bacson, dan Dongson.

1.      Dampak atau Pengaruh Budaya Hoa-Bihn Terhadap Perkembangan Budaya Masyarakat Awal Kepulauan Indonesia

Budaya Hoabihn merupakan diantara budaya besar yang memiliki situs-situs temuan di seluruh daratan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Budaya Hoabihn ini berkembang di Asia Tenggara dalam kurun waktu antara 18.000 hingga 3.000-an tahun yang lalu. Istilah “Hoabihn” sendiri mulai dipakai sejak tahun 1920-an untuk menyebut pada suatu industri alat batu yang berasal dari jenis batu kerakal dengan ciri khas berupa pangkasan pada satu atau dua sisi permukaannya.

Manusia pemilik budaya Hoabihn diperkirakan hidup pada kala Holosen. Pendahulu Hoabinhian awalnya berada di Vietnam bagian Utara, Thailand bagian Selatan dan Malaysia.

Pengaruh utama budaya Hoabihn terhadap perkembangan budaya masyarakat awal kepulauan Indonesia adalah berkaitan dengan tradisi pembuatan alat terbuat dari batu.

Ciri pokok budaya Hoabihn ini antara lain:

• Alat kelengkapan biasanya terbuat dari batu
• Batu yang dipakai umumnya berasal dari batu kerakal sungai.
• Dikerjakan dengan teknik penyerpihan menyeluruh pada satu atau dua sisi batu.
• Menghasilkan keragaman bentuk . Seperti berbentuk lonjong, segi empat, segi tiga
  dan ada yang berbentuk berpinggang.

Di Indonesia, Pengaruh budaya Hoabihn sebagian besar terdapat di daerah Sumatra. Hal ini lebih dikarenakan letaknya yang lebih dekat dengan tempat asal budaya ini. Situs-situs Hoabihn di Sumatra secara khusus banyak ditemukan di daerah pedalaman pantai Timur Laut Sumatra, tepatnya sekitar 130 km antara Lhokseumawe dan Medan. Sebagian besar alat batu yang ditemukan adalah alat batu kerakal yang diserpih pada satu sisi dengan bentuk lonjong atau bulat telur.
Dibandingkan dengan budaya Hoabihn yang sesungguhnya, pembuatan alat batu yang ditemukan di Sumatra ini dibuat dengan teknologi lebih sederhana. Kebanyakan alat-alat batu tersebut ditemukan diantara atau terdapat dalam bukit sampah kerang(Kjokkenmoddinger).

2.      Dampak atau Pengaruh Budaya Dongson Terhadap Perkembangan Budaya Masyarakat Awal Kepulauan Indonesia.

Pengaruh kuat budaya Dongson terhadap perkembangan budaya masyarakat awal kepulauan Indonesia adalah dalam hal pembuatan barang dari logam, terutama perunggu. Tradisi pembuatan barang budaya dari perunggu di Vietnam (bagian Utara) dimulai sekitar pertengahan milenium kedua sebelum masehi. Tradisi perunggu menurut para Arkeolog Vietnam berasal dari budaya masyarakat Dong Dau dan Go Mun. Bersama dengan wilayah Muangthai (bagian tengah dan Timur Laut) kawasan ini memiliki bukti paling awal tentang tradisi pembuatan perunggu di Asia Tenggara.
Jenis-jenis barang perunggu yang dihasilkan diantaranya kapak corong (corong merupakan pangkal yang berongga untuk memasukkan tangkai atau pegangannya), ujung tombak, sabit, mata panah, dan benda-benda kecil lainnya seperti pisau, kail dan aneka bentuk gelang.

Sekitar 300 SM, mulai muncul tradisi pembuatan nekara perunggu, penguburan orang yang memiliki status sosial tinggi, dan kehadiran benda-benda besi untuk yang pertama kalinya. Tradisi-tradisi Dongson inilah yang berpengaruh besar terhadap perkembangan kebudayaan masyarakat awal kelupauan Indonesia secara umum.

Banyak sekali daerah di Indonesia ditemukan benda-benda budaya yang memiliki kesamaan corak dengan benda-benda tradisi Dongson.

Diantara contoh nekara yang penting dari Indonesia adalah nekara “Makalamau” dari pulau Sangeang, dekat Sumbawa. Nekara “Makalamau” memiliki hiasan berupa gambar orang yang berpakaian seragam menyerupai pakaian jaman dinasti Han di Cina atau Kushan (India Utara) atau Satavahana (India Tengah). Nekara dari Kepulauan Kai berhiaskan gambar kijang dan adegan perburuan macan. Nekara dari pulau Selayar bergambar gajah dan burung merak.Nekara dari Bali memiliki empat patung katak pada bagian bidang pukulnya, dengan pola-pola hiasan yang tidak terpadu berupa gambar prajurit dan motif perahu. Semua itu menunjukkan kesamaan dengan nekara-nekara yang ditemukan di Vietnam, di wilayah dimana budaya Dongsonberkembang.

Cara pembuatannya menggunakan teknik pencetakan, awalnya lembaran lilin ditempelkan pada inti tanah liat (menerupai bentuk nekara dan berfungsi sebagai cetakan bagian dalam), lalu dihias dengan cap-cap dari tanah liat atau batu yang berhias perahu, orang dan lainna. Kemudian lembaran lilin berhias tadi ditutup dengan tanah liat yang berfungsi sebagai cetakan bagian luar setelah terlebih dulu diberi paku-paku yang berfungsi untuk menyatukan cetakan luar dan dalam. Setelah itu dibakar sehingga lilinnya meleleh keluar dan rongga yang ditinggalkan oleh lilin kemudian diisi dengan cairan logam.

Selain dibawa sendiri oleh orang Dongson, banyak barang logam dari tradisi Dongson itu yang dikirim ke Indonesia sebagai barang hadiah yang diberikan pada penguasa setempat sebagai lambang martabat raja dan kekuasaannya oleh para penguasa politik dan agama di Vietnam. 

Akibat terjadinya pengenalan benda dan teknologi perunggu dari Dongson (Vietnam) ke wilayah kepulauan Indonesia menyebabkan di beberapa daerah kemudian muncul pusat-pusat daerah pembuatan logam.

Budaya Logam di Indonesia
Situs-situs Peninggalan Budaya Perunggu di Indonesia
Situs-situs peninggalan budaya perunggu di Indonesia, tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Di Sumatra bagian Selatan (daerah Bangkinang dan Kerinci) ditemukan benda-benda perunggu berupa aneka patung dalam ukuran kecil, cincin dan gelang-gelang. Gelang-gelang tersebut kebanyakan ditemukan dalam kubur peti batu atau sarkofagus sebagai bekal kubur. Selain di Sumatra situs-situs ditemukannya peninggalan budaya perunggu di Indonesia antara lain terdapat di:

• Jawa Timur (daerah Lumajang) berupa nekara tipe Heger I, pisau belati atau pisau pendek dengan mata pisau dari besi dan pegangan dari perunggu. 
• Jawa Tengah (daerah Gunung Kidul, dekat Wonosari) berupa kapak, pahatan, pisau bertangkai, cincin perunggu, dan manik-manik.
Sama seperti penemuan di Sumatra, semua temuan benda perunggu di Jawa ditemukan di dlam kubur peti batu atau sarkofagus dan berfungsi sebagai bekal kubur bagi yang meninggal.
• Jawa Barat, berupa kapak corong, cincin, mata tombak, kapak-kapak yang berkaitan dengan benda upacara (candrasa)
• Sulawesi Selatan (Makasar) berupa bejana perunggu berbentuk pipih.
• Bali (daerah Pacung dekat Sembiran) berupa nekara Pejeng
• NTT berupa nekara bertipe Heger I

Di Indonesia, diantara benda-benda perunggu yang paling menarik perhatian adalah nekara. Nekara adalah benda yang terbuat dari perunggu dengan bentuk seperti gendang (alat musik tabuh tradisional Jawa). Terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian atas yang yang terdiri dari bidang pukul datar, bagian tengah yang berbentuk silinder dan bagian bawah atau bagian kaki yang melebar. Sebuah nekara biasanya dihiasi dengan berbagai ornamentasi dengan pola seperti geometrik, gambar-gambar manusia dan binatang dan berbagai ornamentasi lainnya. Dan diantara jenis nekara yang ditemukan, tipe Heger dan Pejeng adalah yang paling terkenal. Terdapat juga jenis nekara yang ukurannya lebih kecil, yang disebut dengan Moko atau Mako.

Teknik Pembuatan Berbagai Benda Peninggalan Perunggu di Indonesia

Pada periode tradisi pengecoran logam, besi dan perunggu kemungkinan besar dikenal dalam waktu yang bersamaan. Pada periode ini manusia telah mampu membuat alat-alat penunjang kehidupan mereka dari perunggu. Daerah asal kebudayaan ini adalah di Indo-Cina. Masuk ke Indonesia pada sekitar tahun 500 SM. Di Indonesia, benda-benda hasil peninggalan zaman perunggu diantaranya adalah nekara, jenis kapak, bejana, senjata, arca dan perhiasan. Situs-situs ditemukannya peninggalan perunggu meliputi Jawa, Bali, Selayar, Luang, Roti dan Leti.Ada dua teknik pembuatan barang-barang dari perunggu. Teknik pertama adalah yang dikenal dengan teknik setangkup atau bivalve, dan teknik kedua adalah teknik cetakan lilin (a cireperdue).

Pertama, teknik bivalve

Teknik cetakan ini menggunakan dua cetakan dengan bentuk sesuai benda yang diinginkan yang dapat ditangkupkan. Cetakan diberi lubang pada bagian atasnya dan dari lubang tersebut kemudian dituangkan cairan logam. Bila sudah dingin, cetakan baru dibuka.

Kedua, teknik cetakan lilin

Teknik cetakan lilin menggunakan bentuk bendanya yang terlebih dahulu dibuat dari lilin yang berisis tanah liat sebagai intinya. Bentuk lilin dihias menurut keperluan dengan berbagai pola hias. Bentuk lilin yang sudah lengkap kemudian dibungkus dengan tanah liat. Pada bagian atas dan bawah diberi lubang. Dari lubang bagian atas kemudian dituangkan cairan perunggu dan dari lubang di bawah  mengalir lelehan lilin. Bila cairan perunggu yang dituang sudah dingin, cetakan dipecah untuk mengambil bendanya yang sudah jadi. Cetakan seperti ini hanya dapat digunakan sekali saja.

            Disamping tradisi pembuatan alat-alat perunggu manusia pada periode ini sudah mampu melebur bijih-bijih besi dalam bentuk alat-alat yang sesuai dengan keinginan dan kegunaannya. Benda-benda besi yang banyak ditemukan di Indonesia antara lain berupa mata kapak, berbagai jenis pisau dalam berbagai ukuran, mata sabit yang berbentuk melingkar, tajak, mata tombak, gelang-gelang besi dan sebagainya. Disamping perunggu dan besi, emas juga telah dimanfaatkan utamanya untuk membuat perhiasan dan benda-benda persembahan kubur.

Situs-situs Peninggalan Budaya Besi di Indonesia
Berbeda dengan benda perunggu, penemuan benda besi di Indonesia sangat terbatas jumlahnya. Kebanyakan benda-benda besi ini ditemukan dalam kubur batu atau kubur langsung sebagai benda bekal kubur. Diantara situs-situs ditemukannya benda-benda besi ini antara lain adalah di Wonosari (tepatnya dalam peti kubur batu di daerah Gunung Kidul, Jawa Tengah), Besuki, Tuban, Madiun dan Pacitan (semuanya ada di Jawa Timur).
0 Responses

    Kualitas blog ini ?

    Followers