Pendidikan Masa Orde Lama
Secara
umum pendidikan orde lama sebagai wujud interpretasi pasca kemerdekaan di bawah
kendali kekuasaan Soekarno cukup memberikan ruang bebas terhadap pendidikan.Pemerintahan
yang berasaskan sosialisme menjadi rujukan dasar bagaimana pendidikan akan
dibentuk dan dijalankan demi pembangunan dan kemajuan bangsa Indonesia di masa
mendatang. Pada prinsipnya konsep sosialisme dalam pendidikan memberikan dasar
bahwa pendidikan merupakan hak semua kelompok masyarakat tanpa memandang kelas
sosial. Pada masa ini Indonesia mampu mengekspor guru ke negara tetangga, dan
banyak generasi muda yang disekolahkan di luar negeri dengan tujuan agar mereka
kelak dapat kembali ke tanah air untuk mengaplikasikan ilmu yang telah mereka
dapat. Tidak ada halangan ekonomis yang merintangi seseorang untuk belajar di
sekolah, karena diskriminasi dianggap sebagai tindakan kolonialisme. Pada saat
inilah merupakan suatu era di mana setiap orang merasa bahwa dirinya sejajar
dengan yang lain, serta setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan.
Orde lama berusaha membangun
masyarakat sipil yang kuat, yang berdiri di atas demokrasi, kesamaan hak dan
kewajiban antara sesama warga negara, termasuk dalam bidang pendidikan.
Sesungguhnya, inilah amanat UUD 1945 yang menyebutkan salah satu cita-cita
pembangunan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Banyak
pemikir-pemikir yang lahir pada masa itu, sebab ruang kebebasan betul-betul
dibuka dan tidak ada yang mendikte peserta didik. Tidak ada nuansa kepentingan
politik sektoral tertentu untuk menjadikan pendidikan sebagai alat negara
maupun kaum dominan pemerintah.
Di bawah menteri pendidikan Ki
Hadjar Dewantara dikembangkan pendidikan dengan sistem “among” berdasarkan
asas-asas kemerdekaan, kodrat alam, kebudayaan, kebangsaan, dan kemanuasiaan
yang dikenal sebagai “Panca Dharma Taman Siswa” dan semboyan “ing ngarso
sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani” pada 1950
diundangkan pertama kali peraturan pendidikan nasional yaitu UU No. 4/1950 yang
kemudian disempurnakan (jo) menjadi UU No. 12/1954 tentang dasar-dasar
pendidikan dan pengajaran di sekolah. Pada 1961 diundangkan UU No. 22/1961
tentang Pendidikan Tinggi, dilanjutkan dengan UU No.14/1965 tentang Majelis Pendidikan
Nasional, dan UU No.19/1965 tentang Pokok-Pokok Sitem Pendidikan Nasional
Pancasila. Pada masa akhir pendidikan Presiden Soekarno, 90 % bangsa Indonesia
berpendidikan SD. (Haryatmoko,2008 : 69)
Perkembangan
politik masa orde lama yang mempengaruhi jalannya kebijakan pendidikan nasional
adalah sejak 1959, Indonesia berada di bawah gelora Manipol (Manifestasi
Politik)-USDEK (UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin,
Kepribadian Indonesia).
Manipol-Usdek
telah menjadi "dewa" dalam kehidupan politik Indonesia dan juga
"dewa" dalam bidang kehidupan lainnya, termasuk bidang pendidikan.
Keputusan Presiden Nomor 145 tahun 1965 merumuskan tujuan pendidikan nasional
pendidikan Indonesia sesuai dengan Manipol-Usdek, yaitu "Tujuan pendidikan
nasional, baik yang diselenggarakan oleh pihak pemerintah maupun pihak swasta,
dari pendidikan prasekolah sampai pendidikan tinggi supaya melahirkan warga
negara sosialis Indonesia yang susila, yang bertanggung jawab atas
terselenggaranya masyarakat sosialis Indonesia, adil dan makmur spiritual
maupun material dan berjiwa Pancasila." Manusia sosialis Indonesia adalah
cita-cita utama setiap usaha pendidikan di Indonesia. Berdasarkan intsruksi
Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan No. 2 tanggal 17 Agustus 1961, diadakan
perincian yang lebih lanjut mengenai Pantja Wardhana/Hari Krida.
Untuk
menyesuaikan kebijakan pendidikan dengan Manipol diinstruksikan sebagai berikut
:
1. Menegaskan
Pancasila dengan Manipol sebagai pelengkapnya sebagai
asas pendidikan Nasional.
asas pendidikan Nasional.
2. Menetapkan
Panca Wardhana sebagai sistem pendidikan yang berisi
prinsip-prinsip :
prinsip-prinsip :
a) Perkembangan
cinta bangsa dan tanah air, moral nasional /internasional/ keagamaan.
b) Perkembangan
kecerdasan.
c) Perkembangan
emosional artistik atau rasa keharuan dan keindahan lahir batin.
d) Perkembangan
kerajinan tangan
e) Perkembangan
jasmani
3. Menyelenggarakan
"hari krida" atau hari untuk kegiatan-kegiatan lapangan kebudayaan,
kesenian, olahraga, dan permainan pada tiap-tiap hari Sabtu.
Di
perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, Pancasila dan Manipol
diajarkan sebagai mata pelajaran. Demikian pula pendidikan agama diberikan dengan pengertian bahwa mahasiswa berhak tidak ikut serta apabila menyatakan keberatannya. Perguruan tinggi telah dijadikan saran melaksanakan kehidupan politik yang hidup pada masa itu. Dalam menyesuaikan perkembangan perguruan tinggi dengan politik
pemerintah pada waktu itu, dirumuskalah kebijakan Departemen PTIP
sebagai berikut.
diajarkan sebagai mata pelajaran. Demikian pula pendidikan agama diberikan dengan pengertian bahwa mahasiswa berhak tidak ikut serta apabila menyatakan keberatannya. Perguruan tinggi telah dijadikan saran melaksanakan kehidupan politik yang hidup pada masa itu. Dalam menyesuaikan perkembangan perguruan tinggi dengan politik
pemerintah pada waktu itu, dirumuskalah kebijakan Departemen PTIP
sebagai berikut.
1. Menghasilkan
sarjana-sarjana pancasila/manipol dan ahli untuk melaksanakan pembangunan. Kebijaksanaan
negara sosialis yang mendidik sarjana-sarjana red and expert. Sarjana-sarjana
demikian membawa kemajuan pesat dalam bidang pembangunan.
2. Mengintensifkan
dan dorongan penelitian-penelitian, baik penelitian dasar maupun terapan, yang
ditujukan kepada kebutuhan masyarakat Indonesia dengan memberikan prioritas kepada
bidang sandang, pangan, dan pembangunan.
3. Mewajibkan
kepada perguruan-perguruan tinggi untuk mengintegrasikan
dirinya dengan masyarakat sehingga dapat menjadi mercusuar guna menghindarkan pemisahan-pemisahan perguruan tinggi dari persoalan-persoalan masyarakat yang aktual.
dirinya dengan masyarakat sehingga dapat menjadi mercusuar guna menghindarkan pemisahan-pemisahan perguruan tinggi dari persoalan-persoalan masyarakat yang aktual.
Dalam
rangka mewujudkan sistem pendidikan nasional, melalui penetapan
Presiden Indonesia Nomor 19 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila, antara lain dirumuskan kembali mengenai dasar asas pendidikan nasional, tujuan, isi moral, dan politik pendidikan nasional. Hal yang menarik di dalam rumusan-rumusan tersebut adalah diteggaskan sekali lagi bahwa tugas pendidikan nasional dalam revolusi Indonesia ialah menghimpun kekuatan progresif revolusioner berporoskan Nasakom. Antara tahun 1953 dan 1960, jumlah anak yang memasuki sekolah dasar meningkat dari 1,7 juta menjadi 2,5 juta orang. Akan tetapi, sekitar
60% dari jumlah itu keluar sebelum tamat. Sekolah-sekolah lanjutan negeri dan swasta (Kebanyakan sekolah agama) dan lembaga-lembaga tingkat universitas bermunculan dimana-mana. Akan tetapi, terutama di Jawa, banyak yang mencapai standar tinggi. Dua keuntungan penting perluasan pendidikan ini segera tampak nyata. Pada 1930, jumlah orang dewasa yang melek huruf adalah 7,4%. Jumlah tersebut terdiri dari
anak-anak di atas usia 10 tahun (56,6% di Sumatra dan 45,5% di Jawa).
Presiden Indonesia Nomor 19 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila, antara lain dirumuskan kembali mengenai dasar asas pendidikan nasional, tujuan, isi moral, dan politik pendidikan nasional. Hal yang menarik di dalam rumusan-rumusan tersebut adalah diteggaskan sekali lagi bahwa tugas pendidikan nasional dalam revolusi Indonesia ialah menghimpun kekuatan progresif revolusioner berporoskan Nasakom. Antara tahun 1953 dan 1960, jumlah anak yang memasuki sekolah dasar meningkat dari 1,7 juta menjadi 2,5 juta orang. Akan tetapi, sekitar
60% dari jumlah itu keluar sebelum tamat. Sekolah-sekolah lanjutan negeri dan swasta (Kebanyakan sekolah agama) dan lembaga-lembaga tingkat universitas bermunculan dimana-mana. Akan tetapi, terutama di Jawa, banyak yang mencapai standar tinggi. Dua keuntungan penting perluasan pendidikan ini segera tampak nyata. Pada 1930, jumlah orang dewasa yang melek huruf adalah 7,4%. Jumlah tersebut terdiri dari
anak-anak di atas usia 10 tahun (56,6% di Sumatra dan 45,5% di Jawa).
(http://filsufgaul.wordpress.com/2009/08/30/sejarah-pendidikan-indonesia/)
Posisi Siswa sebagai Subjek dalam Kurikulum Orde Lama
Jika kita berbicara tentang
kurikulum, maka sudah sepatutnya kita membicarakan seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Kurikulum pada era Orde Lama dibagi manjadi 2 kurikulum di
antaranya:
1) Rentang Tahun 1945-1968
Kurikulum pertama yang lahir pada
masa kemerdekaan memakai istilah dalam bahasa Belanda “leer plan”
artinya rencana pelajaran. Perubahan arah pendidikan lebih bersifat politis,
dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Sedangkan, asas
pendidikan ditetapkan Pancasila. Kurikulum yang berjalan saat itu dikenal
dengan sebutan “Rencana Pelajaran 1947”, yang baru dilaksanakan pada tahun
1950. Orientasi Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pada pendidikan
pikiran. Yang diutamakan adalah: pendidikan watak, kesadaran bernegara dan
bermasyarakat.
Pada masa tersebut siswa lebih
diarahkan bagaimana cara bersosialisasi dengan masyarakat. Proses pendidikan
sangat kental dengan kehidupan sehari-hari. Aspek afektif dan psikomotorik
lebih ditekankan dengan pengadaan pelajaran kesenian dan pendidikan jasmani.
Oleh karena itu, yang lebih penting adalah bagaimana menumbuhkan kesadaran bela
negara.
2) Rencana Pelajaran Terurai 1952
Kurikulum ini lebih merinci setiap
mata pelajaran yang disebut “Rencana Pelajaran Terurai 1952”. Silabus mata
pelajarannya jelas sekali, dan seorang guru mengajar satu mata pelajaran. Pada
masa ini memang kebutuhan peserta didik akan ilmu pengetahuan lebih
diperhatikan, dan satuan mata pelajaran lebih dirincikan. Namun, dalam
kurikulum ini siswa masih diposisikan sebagai objek karena guru menjadi subjek
sentral dalam pentransferan ilmu pengetahuan. Guru yang menentukan apa saja
yang akan diperoleh siswa di kelas, dan guru pula yang menentukan
standar-standar keberhasilan siswa dalam proses pendidikan.
(http://filsufgaul.wordpress.com/2009/08/30/sejarah-pendidikan-indonesia/)
3) Kurikulum 1964
Fokus kurikulum 1964 adalah pada pengembangan
daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Panca wardhana). Mata
pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan,
emosional/artistik, keterampilan, dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih
menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis. Pada kurikulum
1964 ini, arah pendidikan mulai merambah lingkup praksis. Dalam pengertian
bahwa setiap pelajaran yang diajarkan disekolah dapat berkorelasi positif
dengan fungsional praksis siswa dalam masyarakat.(Haryatmoko, 2008: 72)
Dalam
masa transisi yang singkat RIS menjadi RI tidak memungkinkan
pemerintah melaksanakan pendidikan dan pengajaran yang komprohensif yang berlaku untuk seluruh tanah air. Belanda meninggalkan sekolah kolonial di daerah yang dikuasai oleh pemerintah RI telah mulai dilaksanakan sistem pendidikan pendidikan yang direncanakan akan berlaku secara nasional dengan segala kemampuan yang terbatas. Setelah RIS terbentuk pada bulan Desember 1949 pemerintah RIS dan pemerintah RI yang menjadi inti dari negara kesatuan dan mempunyai aparat relatif paling lengkap menandatangani suatu "Piagam Persetujuan Pemerintah Republik Indonesia Serikat dan Pemerintah Republik Indonesia". Piagam ini ditanda tangani oleh Perdana Menteri Republik Indonesia Drs. Moh Hatta dan perdana menteri Republik Indonesia Dr. A
Halim pada tanggal 19 Mei 1950. Isinya adalah:
pemerintah melaksanakan pendidikan dan pengajaran yang komprohensif yang berlaku untuk seluruh tanah air. Belanda meninggalkan sekolah kolonial di daerah yang dikuasai oleh pemerintah RI telah mulai dilaksanakan sistem pendidikan pendidikan yang direncanakan akan berlaku secara nasional dengan segala kemampuan yang terbatas. Setelah RIS terbentuk pada bulan Desember 1949 pemerintah RIS dan pemerintah RI yang menjadi inti dari negara kesatuan dan mempunyai aparat relatif paling lengkap menandatangani suatu "Piagam Persetujuan Pemerintah Republik Indonesia Serikat dan Pemerintah Republik Indonesia". Piagam ini ditanda tangani oleh Perdana Menteri Republik Indonesia Drs. Moh Hatta dan perdana menteri Republik Indonesia Dr. A
Halim pada tanggal 19 Mei 1950. Isinya adalah:
a) Menyetujui
dalam waktu sesingkat-singkatnya bersama-sama melaksanakan Negara Kesatuan
sebagai penjelmaan dari pada RI berrdasarkan proklamasi 17 Agustus 1945.
b) Sebelum
diadakan perundang-undangan kesatuan maka undang-undang dan
pengaturan yang ada tetap berlaku akan tetapi dimana mungkin diusahakan supaya perundang-undangan RI (dahulu) berlaku.
pengaturan yang ada tetap berlaku akan tetapi dimana mungkin diusahakan supaya perundang-undangan RI (dahulu) berlaku.
c) Menyetujui
pembentukan suatu panitia yang bertugas kewajuban
menyelenggarakan segala persetujuan untuk menyelesaikan kesukaran-kesukaran diperbagai lapangan dalam waktu sesingkat-singkatnya.
menyelenggarakan segala persetujuan untuk menyelesaikan kesukaran-kesukaran diperbagai lapangan dalam waktu sesingkat-singkatnya.
Atas
dasar piagam ini ada kaitan khusus dengan penyelenggraan pendidikan dan
pengajaran Kementerian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan RIS dan Kementerian
Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan RI mengadakan "pengumuman Bersama
pada tanggal 30 Juni 1950 yang bertujuan untuk sementara tahun ajaran 1950/1951
sistem pengajaran yang berlaku dalam RI dahului berlaku untuk seluruh Indonesia
sampai sistem itu ditinjau kembali. Adapun isi pengumuman sementara tersebut
adalah:
·
Mengenai Susunan
Sekolah-Sekolah Negeri:
Ø Mengenai
Sekolah-Sekolah Partikelir
a) Pemerintah
mengenal warganegara dan orang asing.
b) Bagi
semua warganegara diselenggarakan pendidikan sekolah Negeri
menurut undang-undang dengan memperhatikan sepantasnya
kepentingan-kepentingan khusus mereka antara lain yang mengenal bahasa
rumah.
menurut undang-undang dengan memperhatikan sepantasnya
kepentingan-kepentingan khusus mereka antara lain yang mengenal bahasa
rumah.
c) Bagi
orang asing tidak didirikan sekolah-sekolah negeri, tetapi
diberi kesempatan untuk menyelenggarakan sekolah menurut kebutuhannya.
diberi kesempatan untuk menyelenggarakan sekolah menurut kebutuhannya.
d) Sementara
kemungkinan bagi sekolah-sekolah orang asing bangsa
belanda untuk memperoleh bantuan dari pemerintah berdasarkan
ketentuan: " Selama 2 tahun sesudah 27-12-1949 setidak-tidaknya kepada
Sekolah Rendah diberi bantuan berupa tenaga guru sebanyak-banyaknya
seperdua dari formasi guru sekolah yang bersangkutan menurut ukuran
yang berlaku untuk sekolah-sekolah rendah negeri.
belanda untuk memperoleh bantuan dari pemerintah berdasarkan
ketentuan: " Selama 2 tahun sesudah 27-12-1949 setidak-tidaknya kepada
Sekolah Rendah diberi bantuan berupa tenaga guru sebanyak-banyaknya
seperdua dari formasi guru sekolah yang bersangkutan menurut ukuran
yang berlaku untuk sekolah-sekolah rendah negeri.
e) Sekolah-sekolah
partikelir yang mengikuti rencana pelajaran
pemerintah dapat diberi subsidi menurut peraturan negeri untuk
pemberian subsidi kepada sekolah partikelir.
pemerintah dapat diberi subsidi menurut peraturan negeri untuk
pemberian subsidi kepada sekolah partikelir.
f) Semua
sekolah partikelir harus memberikan Bahasa Indonesia
sekurang-kurangnya sebagai mata pelajaran.
sekurang-kurangnya sebagai mata pelajaran.
g) Pemerintah
mengawasi semua sekolah partikelir.
Ø Organisasi
dan Administrasi Pendidikan. Pemerintah negara kesatuan menugaskan Kementerian
Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (PP dan K) sebagai organisasi yang
meneyelenggarakan administrasi pendidikan dan pengajaran di seluruh tanah air.
Adapun yang menjadi tugas utama dari kementerian PP dan K adalah :
a) Menyelenggarakan
pendidikan dan pengajaran di sekolah-sekolah dari
tingkat yang paling rendah (Sekolah Rakyat atau Sekolah Dasar) sampai
kependidikan Tinggi (Perguruan Tinggi). Mengenai pendidikan Tanam
kanak-kanak, kementerian hanya memberikan bantuan terbatas pada
apersonalia tenaga pengajar dan alat-alat pelajaran sedangkan untuk
pendidikan Luar Biasa menjadi langsung tanggung jawab pemerintah.
tingkat yang paling rendah (Sekolah Rakyat atau Sekolah Dasar) sampai
kependidikan Tinggi (Perguruan Tinggi). Mengenai pendidikan Tanam
kanak-kanak, kementerian hanya memberikan bantuan terbatas pada
apersonalia tenaga pengajar dan alat-alat pelajaran sedangkan untuk
pendidikan Luar Biasa menjadi langsung tanggung jawab pemerintah.
b) Meneyelenggarakan
pendidikan dan pengajaran di luar sekolah bagi
orang-orang dewasa.
orang-orang dewasa.
c) Memelihara
dan mengembangkan kebudayaan bangsa sebagai dasar
pendidikan di dalam dan di luar sekolah.
pendidikan di dalam dan di luar sekolah.
Atas
dasar tugas-tugas itu maka berdasarkan surat keputusan kementerian PP dan K
nomor 4223/kab. Tanggal 15 Februari 1951 dan berlaku surut mulai 1 Oktober 1950
dibentuklah jawatan pengajaran yang menangani pendidikan dan pengajaran di
sekolah-sekolah, Jawatan pendidikan mayarakat untuk orang-orang dewasa dan
jawatan yang bertugas selain memelihara dan mengembangkan kebudayaan juga memelihara
peninggalan-peninggalan sejarah. Jawatan perlengkapan yang menyediakan
perlengkapan pendidikan dan pengajaran. Selain itu dibentuk Biro Perguruan
Tinggi dan biro Hubungan Luar Negeri dalam rangka kerjasama dengan UNESCO:
Balai penyelidikan dan perancang pendidikan dan pengajaran (BP4) untuk penelitian,
majelis ilmu pengetahuan Indonesia (MIPI) kemudian menjadi LIPI yang bertugas melakukan
penelitian pada umumnya.
Ø Perubahan
Sekolah-sekolah
Setelah
RIS kembali kenegara kesatuan RI, jawatan inspeksi pengajaran kementerian PP
dan K di Yogyakarta pada tanggal 25 Agustur 1950 mengeluarkan kepputusan
mengenai perubahan sekolah-sekolah yang dilaksanakan di daerah-daerah RI. sejak
tahun ajaran 1949/1950. Sekolah-sekolah dibagi-bagi atas enam kelompok: model-model
sekoah yang berasal dari masa sebelum kembali kenegara kesatuan di
bekas-bekas daerah-daerah federal atau pendudukan Belanda yang pada
dasarnya menurut model kolonial diubah dan disesuaikan dengan sistem pendidikan dan pengajaran nasional. Adapun ketentuannya adalah sebagai
berikut:
bekas-bekas daerah-daerah federal atau pendudukan Belanda yang pada
dasarnya menurut model kolonial diubah dan disesuaikan dengan sistem pendidikan dan pengajaran nasional. Adapun ketentuannya adalah sebagai
berikut:
1. Sekolah
Rakyat
a.
Sekolah Rakyat Negeri
Semua
S.R negeri harus menjadi sekolah luar biasa dengan bahasa Indonesia sebagai
bahasa pengantar. Kelas-kelas pemulihan dibuka untuk murid-murid SR yang
tadinya memakai bahasa Belanda
sebagai bahasa pengantar: Kelas-kelas pemulihan ini boleh memakai bahas Belanda
sebagai bahasa pengantar
dengan keterangan bahwa secepat mungkin harus dialihkan ke bahasa Indonesia.
b.Sekolat
rakyat Partikulir Bersubsidi
o Bahasa
pengantar bahasa Indonesia
o Harus
memakai rencana pelajaran SR Negeri dan boleh menembah pelajaran lain dengan
persetujuan kemeterian PP dan K.
c.
Tak bersubsidi
o Bahas
pengantar sesukannya
o Bahasa
Indonesia adalah mata pelajaran yang diwajibkan
o Hak
pengawas ada pada pemerintah
.
d.
Istimewa
o Bahasa
pengantar adalah bahasa Belanda
o Untuk
anak-anak warga negara Belanda yang bekerja pada pemerintah Indonesia.
o Tunjangan
guru dari pemerintah berdasarkan jumlah murid.
o Boleh
menerima anak-anak warga negara asing.
·
Pendidikan Islam
Pada
tingkat pendidikan dasar Madrasah Ibtidayah enam tahun yang
merupakan bentuk formal lembaga pendidikan dasar yang diintrodusir Departemen Agama. Pada tahun 1959 dibentuk Madrasah Tsanawiyah tiga tahun, dan pada 1966 mulai dibuka pendidikan khusus perempuan dengan menawarkan model pendidikan Muallimat dengan jenjang pendidikan enam tahun.
merupakan bentuk formal lembaga pendidikan dasar yang diintrodusir Departemen Agama. Pada tahun 1959 dibentuk Madrasah Tsanawiyah tiga tahun, dan pada 1966 mulai dibuka pendidikan khusus perempuan dengan menawarkan model pendidikan Muallimat dengan jenjang pendidikan enam tahun.
Pada
tahun 1953, Departemen Agama memulai proyek Mainstreaming mata
pelajaran umum di Madrasah. Ini ditandai dengan pembukaan Madrasah Menengah Pertama (MMP) pada tahun 1956, dan Madrasah Menengah Atas (MMA) pada tahun 1959. Disebut berbeda dengan Madrasah Ibtidayah dan Madrasah Tsanawiyah yang telah ada sebelumnya karena komposisi kurikulum MMP dan MMA ini adalah 60% pelajaran agama dan 40% pelajaran umum.
pelajaran umum di Madrasah. Ini ditandai dengan pembukaan Madrasah Menengah Pertama (MMP) pada tahun 1956, dan Madrasah Menengah Atas (MMA) pada tahun 1959. Disebut berbeda dengan Madrasah Ibtidayah dan Madrasah Tsanawiyah yang telah ada sebelumnya karena komposisi kurikulum MMP dan MMA ini adalah 60% pelajaran agama dan 40% pelajaran umum.
Nahdalatul
Wathan (NW) Lombok, NTB memberikan sebuah proses berbeda.
NW merupakan organisasi Islam yang memberikan kontribusi penting terhadap perkembangan pendidikan Islam. Sejak masa-masa awal
perkembangannya NW menerapkan pola pendidikan yang berjenjang. Sistem
pendidikan NW dibagi ke dalam tiga tingkat : pertama, tingkat Iljamiyah, yaitu tingkat pendahuluan atau persiapan. Tingkat ini biasanya diperuntukkan bagi anak-anak. Lama belajar dalam tingkat ini adalah setahun. Kedua, tingkat Tahdliriyah, tingkat ini merupakan lanjutan dari Iljamiyah karena itu anak-anak yang belajar adalah mereka yang telah belajar ditingkat Iljamiyah atau yang telah lulus dari sekolah formal setingkat SD. Lama belajar sekolah ini adalah 3 tahun. Ketiga, tingkat Ibtida'yyah, murid-murid yang diterima ditingkat ini adalah mereka yang lulus dari tingkat sebelumnya, dengan
lama pendidikan 4 tahun. Sejak 1955/1956 dibuka Madrasah Muballighin dan Mubalilighat, yang disediakan khusus untuk menggodok para calon dai. Tidak hanya itu, madrasah mualimin dan muallimat, yang tadinya hanya empat tahun ditingkatkan menjadi enam tahun masa belajar. PGA yang tadinya empat tahun juga dikembangkan menjadi PGAL (lanjutan).
NW merupakan organisasi Islam yang memberikan kontribusi penting terhadap perkembangan pendidikan Islam. Sejak masa-masa awal
perkembangannya NW menerapkan pola pendidikan yang berjenjang. Sistem
pendidikan NW dibagi ke dalam tiga tingkat : pertama, tingkat Iljamiyah, yaitu tingkat pendahuluan atau persiapan. Tingkat ini biasanya diperuntukkan bagi anak-anak. Lama belajar dalam tingkat ini adalah setahun. Kedua, tingkat Tahdliriyah, tingkat ini merupakan lanjutan dari Iljamiyah karena itu anak-anak yang belajar adalah mereka yang telah belajar ditingkat Iljamiyah atau yang telah lulus dari sekolah formal setingkat SD. Lama belajar sekolah ini adalah 3 tahun. Ketiga, tingkat Ibtida'yyah, murid-murid yang diterima ditingkat ini adalah mereka yang lulus dari tingkat sebelumnya, dengan
lama pendidikan 4 tahun. Sejak 1955/1956 dibuka Madrasah Muballighin dan Mubalilighat, yang disediakan khusus untuk menggodok para calon dai. Tidak hanya itu, madrasah mualimin dan muallimat, yang tadinya hanya empat tahun ditingkatkan menjadi enam tahun masa belajar. PGA yang tadinya empat tahun juga dikembangkan menjadi PGAL (lanjutan).
sumber buku ya katek