Makara, patung penjaga gerbang di Candi Gumpung, Candi
Buddha di situs arkeologi Muaro Jambi, Jambi.
Situs
Purbakala Kompleks Percandian Muaro Jambi adalah sebuah kompleks percandian agama Hindu-Buddha terluas di Indonesia yang kemungkinan besar merupakan
peninggalan Kerajaan
Sriwijaya dan Kerajaan Melayu. Kompleks percandian ini terletak di Kecamatan Muaro
Sebo, Kabupaten
Muaro Jambi, Jambi, Indonesia, tepatnya di tepi Batang Hari, sekitar 26 kilometer arah timur Kota Jambi. Koordinat Selatan 01* 28'32"
Timur 103* 40'04". Candi tersebut diperkirakakn berasal dari abad ke-11 M. Candi Muaro Jambi merupakan kompleks candi yang terbesar dan yang paling
terawat di pulau Sumatera. Dan sejak tahun 2009 Kompleks Candi
Muaro Jambi telah dicalonkan ke UNESCO untuk menjadi Situs
Warisan Dunia.
Penemuan dan pemugaran
Kompleks
percandian Muaro Jambi pertama kali dilaporkan pada tahun 1824 oleh seorang letnan Inggris bernama S.C. Crooke yang melakukan pemetaan daerah aliran sungai untuk kepentingan militer. Baru tahun 1975, pemerintah Indonesia mulai melakukan pemugaran yang
serius yang dipimpin R. Soekmono. Berdasarkan aksara Jawa Kuno pada beberapa lempeng yang
ditemukan, pakar epigrafi Boechari
menyimpulkan peninggalan itu berkisar dari abad ke-9-12 Masehi. Di situs ini baru sembilan bangunan
yang telah dipugar, dan kesemuanya adalah bercorak Buddhisme. Kesembilan candi
tersebut adalah Candi Kotomahligai, Kedaton, Gedong Satu, Gedong Dua, Gumpung, Tinggi, Telago Rajo, Kembar Batu, dan Candi Astano.
Dari
sekian banyaknya penemuan yang ada, Junus Satrio Atmodjo menyimpulkan daerah itu dulu banyak dihuni dan menjadi
tempat bertemu berbagai budaya. Ada manik-manik yang berasal dari Persia, China, dan India. Agama Buddha Mahayana Tantrayana diduga menjadi agama mayoritas dengan
diketemukannya lempeng-lempeng bertuliskan "wajra" pada beberapa candi yang
membentuk mandala.
Struktur kompleks percandian
Kompleks
percandian Muaro Jambi terletak pada tanggul alam kuno Sungai Batanghari. Situs ini mempunyai luas 12 km persegi, panjang lebih
dari 7 kilometer serta luas sebesar 260 hektar yang membentang searah dengan jalur sungai. Situs ini
berisi 61 candi yang sebagian besar masih berupa gundukan tanah (menapo) yang
belum dikupas (diokupasi). Dalam kompleks percandian ini terdapat pula beberapa
bangunan berpengaruh agama Hindu.
Di
dalam kompleks tersebut tidak hanya terdapat candi tetapi juga ditemukan parit
atau kanal kuno buatan manusia, kolam tempat penammpungan air serta gundukan
tanah yang di dalamnya terdapat struktur bata kuno. Dalam kompleks tersebut
minimal terdapat 85 buah menapo yang saat ini masih dimiliki oleh penduduk
setempat. Selain tinggalan yang berupa bangunan, dalam kompleks tersebut juga
ditemukan arca prajnaparamita, dwarapala, gajahsimha, umpak batu, lumpang/lesung batu. Gong perunggu dengan tulisan Cina, mantra Buddhis yang ditulis pada kertas emas, keramik asing, tembikar, belanga besar
dari perunggu, mata uang Cina, manik-manik, bata-bata bertulis, bergambar dan bertanda,
fragmen pecahan arca batu, batu mulia serta fragmen besi dan perunggu. Selain candi pada kompleks tersebut juga ditemukan
gundukan tanah (gunung kecil) yang juga buatan manusia. Oleh masyarakat
setempat gunung kecil tersebut disebut sebagai Bukit Sengalo atau Candi Bukit Perak.